Jumat, 20 Desember 2013

Artikel Cyber Crime

PERJUDIAN BOLA ONLINE
Tema : Cybercrime


Perjudian bola online di Batam, Kepulauan Riau berhasil meringkus server perjudian bola online. Perjudian ini dilakukan dengan mencuri relay terhadap stasiun tv yang menayangkan pertandingan bola dengan membuka streaming di tiga situs online. Biaya pendaftaran untuk menjadi pemain sebesar Rp 50.000,00 yang ditransfer ke rekening pelaku, kemudian jika pemain menang akan mendapat bayaran dari pelaku yang juga akan dilakukan via rekening bank, tetapi dengan rekening yang berbeda.
Perjudian bola online marak terjadi saat musim bola tiba. Perjudian seperti ini bermula pada taruhan sederhana ketika menyaksikan pertandingan bola bersama, sehingga menjadi suatu kebiasaan dan tergiur untuk melakukan judi via online. Alasan ini digunakan sebagai peluang melakukan cybercrime.
Dengan modal komputer, server, dan sedikit keahlian meretas, pelaku bisa melakukan transaksi mencapai 100 miliyar rupiah. Jumlah omset yang diterima pelaku memang belum terungkap, tapi bisa dipastikan pendapatan dari usaha kotor ini sangat menggiurkan.
Jika pelaku mendapatkan penghasilan yang besar, bagaimana dengan pemainnya? Pemain yang menang memang akan mendapatkan jumlah yang berkali lipat dari biaya pendaftarannya, tapi bagi yang kalah hanya akan tersisa kekecewaan dan kehilangan finansial walaupun tidak besar jumlahnya. Dampaknya bagi pemain juga akan berlanjut sampai efek ketagihan berjudi jika telah menang sekali.
Perjudian online dapat dihindari dengan menekan kebiasaan taruhan sederhana di kehidupan sehari-hari atau tidak bermain game online yang sejurus dengan perjudian seperti ini.

Jumat, 13 Desember 2013

Pembobol Kartu Kredit Melalui Internet Ditangkap Polisi

Oleh: Muslikah

Tema: Penyalahgunaan Data Nasabah



Penyalahgunaan data nasabah sering terjadi baik secara online maupun tidak. Data nasabah yang menjadi korban biasanya diperoleh dari sales bank tertentu. Jika seorang sales memperoleh data seorang nasabah, bisa jadi dia membocorkan data tersebut ke bank lain. Akibatnya, nasabah sering mendapat telepon telemarketing dari beberapa bank. Dalam telepon tersebut nasabah mendapat tawaran untuk apply kartu kredit atau bisa juga asuransi. Bahkan yang lebih parah, nasabah terkadang langsung mendapat kiriman kartu kreditnya.
Penyalahgunaan data nasabah via online bisa dilakukan dengan mencari data – data identitas pemegang kartu kredit dengan cara membelinya via internet. Data – data identitas pemegang kartu kredit ini digunakan tersangka untuk verifikasi bank. Kepada pihak bank tersangka mengaku seolah – olah pemilik kartu kredit tersebut lalu meminta pihak bank untuk mentransfer limit pada kartu kredit ke rekening lain. Rekening lain yang disiapkan tersangka juga dibuat menggunakan nama si pemilik kartu kredit dengan menggunakan data – data palsu. Sehingga tersangka menelepon pihak bank dan nanti pihak bank akan menanyakan data – data latar belakang pemilik kartu kredit seperti nama ibu, tanggal lahir dan sebagainya, yang pada akhirnya  pihak bank yakin dan mentransferkan uang tersebut ke rekening pemilik yang palsu. Dan langkah terakhir yang lakukan tersangka adalah meminta untuk memblokir kartu kredit yang lama. Selanjutnya pihak bank akan mengirimkan kartu kredit yang baru.
Kasus semacam ini jelas sangat merugikan nasabah. Sebab, korban harus membayar semua tagihan kartu kredit yang tidak dia gunakan.
Jika nasabah melaporkan kasus ini pada aparat, maka pihak bank pun bisa terkena tuntutan dari pihak korban karena tidak mampu menjaga kerahasiaan data nasabah. Selain itu bank juga harus mengganti kerugian yang dialami nasabah.
Penyelesaian kasus semacam ini harus mengikuti aturan pemerintah dan aturan pada bank yang berlaku. Sehingga pihak nasabah dan pihak bank sebagai korban dalam kasus ini bisa memperoleh solusi yang terbaik.
Ketentuan undang undang tentang perlindungan data nasabah ada pada UU Perbankan Pasal 40 ayat (1) dan (2) dan UU Nomor 10 Tahun 1998, bank diwajibkan untuk merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A. Pasal-pasal pengecualian tersebut adalah apabila untuk kepentingan perpajakan, untuk penyelesaian piutang bank, untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana serta atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan, dimana bank dapat melanggar ketentuan mengenai rahasia bank ini tentunya dengan prosedur-prosedur  tertentu.

Sumber            : detiknews.com by Mei Amelia R (Rabu, 20/11/2013 15:10 WIB)


Etika Jual Beli Online

Oleh: Vergina M.J. Renwarin
Tema: Etika E-Commerce




Jual Beli Online merupakan cara baru dalam berbisnis. Dimulai sejak beberapa tahun silam dan kemudian berkembang pesat saat ini. Situs jual beli mulai banyak bermunculan. Di Indonesia saja terdapat beberapa situs jual beli yang cukup terkenal. Situs jejaring sosial juga banyak digunakan sebagai tempat berbisnis.

Ciri khas dari jual beli online ini adalah penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung. Barang yang diperdagangkan juga tidak nyata, hanya berupa deskripsi disertai foto. Jual beli yang seperti itu tentu saja rawan penipuan. Kasus penipuan jual beli online juga cukup banyak ditemukan. Walaupun begitu tetap saja jual beli online menarik minat banyak orang.

Kelebihan jual beli online terletak pada cara transaksinya yang praktis. Penjual tidak memerlukan tempat toko atau lapak khusus. Cukup membuat situs pribadi atau lewat situs jual beli online. Biaya pun jauh lebih murah dibandingkan sewa toko secara nyata. Bagi pembeli, tak perlu ke luar ruangan untuk mencari barang yang diinginkan. Dari rumah, kantor, atau bahkan dari kamar mandi bisa melakukan transasksi. Cukup membuka internet lewat laptop atau gadget lainnya, lalu mulai berselancar mencari barang yang diinginkan. Hemat biaya dan waktu. Pembayaran juga cukup melalui transfer ATM atau e-banking. Selesai transaksi, tunggu sehari dua hari maka barang akan diterima, diantarkan oleh jasa pengiriman barang. Praktis dan memudahkan semua pihak.
Segala kemudahan dan kepraktisan itu hendaknya tetap memerhatikan etika dalam jual beli. Kunci sukses dalam  jual beli online adalah kepercayaan yang terbangun antara pedagang dan pembeli. Etika berdagang secara nyata tetap harus diterapkan pada jual beli online yang sifatnya maya.

Etika Bisnis Online adalah:
1. Kejujuran dalam memberi deskripsi barang yang dijual.
Setiap pembeli mengharapkan barang yang dibeli sesuai dengan keterangan yang diberikan. Oleh karena itu penjual hendaknya memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang barang yang di jual. Jika barang tidak sesuai dengan yang dideskripsikan, maka bisa menjadi bumerang bagi para penjual sendiri. Pembeli bisa menceritakan kekecewaan lewat dunia maya yang bisa sangat memengaruhi kepercayaan orang banyak terhadap penjual. Mungkin sekali dua kali beruntung, namun setelah itu akan merugi terus.

2. Menggunakan kata-kata yang baik. Tidak berkata kasar dan tidak menjelek-jelekkan.
Seringkali terjadi tawar menawar dalam jual beli online. Hal yang wajar dalam dunia jual beli. Pada aktivitas inilah kesan terhadap penjual atau pembeli akan muncul. Bagi penjual, kesan ini sangat memengaruhi untuk mendapatkan langganan tetap. Sedangkan bagi pembeli, kesan ini sangat memengaruhi dalam hubungan relasi dan akan memberikan keuntungan sendiri di kemudian hari. Sebaliknya jika proses tawar menawar dilakukan dengan kata-kata kasar atau saling menjelekkan , maka akan menimbulkan pertengkaran yang berkelanjutan. Tak jarang juga kita menemukan perang kata-kata antar penjual dan pembeli karena sejak awal bertransaksi kedua pihak tidak menggunakan cara yang baik. Berkomunikasi dengan bahasa yang baik.

3. Selesaikan tawar menawar dengan benar. Jangan menjual kepada calon pembeli lain barang yang sedang ditawar oleh seorang calon pembeli.
Etika yang paling penting berikutnya adalah saling menghormati proses tawar menawar yang terjadi. Sering terjadi pada jual beli barang pribadi tawar menawar yang tidak benar. Yaitu ketika suatu barang sedang ditawar oleh seorang calon pembeli, lalu tiba-tiba muncul calon pembeli lain yang menawar dengan harga lebih tinggi. Maka sebaiknya selesaikan dulu proses tawar menawarnya. Jika harga disepakati maka barang itu menjadi hak pembeli pertama. Jika tidak terjadi kesepakatan harga, maka penjual bisa memulai tawar menawar kembali dengan calon pembeli berikutnya.
Begitu juga sebaliknya, pembeli hendaknya menyelesaikan dulu proses tawar menawar suatu barang. Walaupun ia mengetahui ada penjual lain yang memberikan harga lebih.
Bukan ciri seorang penjual yang beretika ketika memotong proses tawar menawar karena ada pembeli lain yang membayar dengan lebih tinggi. Begitu juga sebaliknya, bukan ciri seorang pembeli yang beretika ketika memotong proses tawar menawar karena ada penjual lain yang menjual dengan harga lebih murah.

4. Patuhi kesepakatan dalam pembayaran.
Cara pembayaran jual beli online cukup beragam. Ada istilah Cash On Delivery, dimana pembeli membayar setelah menerima barang dan kedua belah pihak bertemu. Ada juga yang melalui jasa pengiriman, dimana sebelumnya uang ditransfer lewat Bank. Untuk proses transfer lewat bank ada juga yang pembeli yang menggunakan pihak ketiga. Pihak ketiga menjadi perantara ketika barang sampai pada pembeli lalu pihak ketiga melanjutkan transfer ke penjual.

5. Disarankan untuk saling tukar menukar identitas.
Tidak ada salahnya dalam jual beli online antara penjual dan pembeli saling bertukar identitas. Semata hanya untuk membangun relasi dan menyimpan identitas yang mungkin akan digunakan kemudian hari.

Pada dasarnya jual beli tidak hanya kegiatan menjual barang dan membeli barang. Di sana juga terdapat kegiatan menambah relasi dan silaturahim. Rasa saling percaya adalah kunci untuk sukses dalam jual beli online. Dengan memerhatikan etika jual beli harapannya proses jual beli dapat berjalan lancar, timbul rasa saling percaya yang berujung pada membentuk relasi pertemanan baru.


Sumber: 

PHISHING BERKEDOK BENCANA ALAM

Oleh: Putri Lestari Handayani
Tema : Peraturan Hukum Kasus Kejahatan IT 

 
Donasi untuk korban bencana alam banyak tersebar di e-mail. Dalam satu hari scammer akan mengirim beberapa e-mail spam ini ke user agar dapat menjaring korbannya.

Bagaimana e-mail seperti ini dapat menjebak korbannya? E-mail ini disebut phishing. Phishing merupakan wujud dari penipuan internet melalui email yang pelakunya menjebak korban dengan mengirim email yang seakan-akan berasal dari pihak resmi,  sehingga korban akan tertarik untuk membukanya dan memberikan informasi atau sejumlah dana secara tidak sadar bahwa ia telah menjadi korban phishing.

Apa sebabnya? Mengapa e-mail seperti ini dapat terjadi? Penyebabnya dapat dipengaruhi oleh banyaknya layanan e-mail atau media sosial saat ini. Phisher akan menyerang layanan e-mail populer seperti Gmail, Yahoo mail, Hotmail maupun Fastmail. Dapatkah pengguna membedakan e-mail phishing dengan e-mail biasa?

Membedakan e-mail phishing:
1.      Waspadai pengirim e-mail, subject, penerima (to). Biasanya e-mail phishing menggunakan web populer dengan subject mengenai verifikasi atau  permohonan bantuan dana. E-mail penerima (to) tidak mengandung alamat e-mail kita (ditulis random).
2.      Isi e-mail biasanya menghasut kita untuk percaya (misalnya: penangguhan akun tertentu, informasi layanan terbaru atau donasi korban bencana).
3.      Terdapat link yang mencurigakan (link biasanya berawalan http:// atau ftp://).

Setelah tahu jika e-mail tersebut adalah jebakan phishing, disarankan untuk tidak merespon atau memberikan informasi pribadi dan penting (misalnya: biodata pribadi, jaminan sosial, informasi media sosial, nomor rekening, kartu kredit, debit, dan password atau PIN), dan jangan pula mentransfer dana dengan iming-iming yang mencurigakan.

Pengguna yang belum dapat mengetaui e-mail phishing akan menjadi korbannya. Dampaknya pengguna mengalami kerugian finansial atau kemungkinan terburuknya identitasnya dapat dicuri untuk melakukan tindak kejahatan lainnya.

Jika sudah terlanjur tertipu serangan phishing, disarankan melamporkan ke pihak terkait. Dalam menanggapi hal ini peraturan perundang-undangan di Indonesia memang belum memberikan topik khusus mengenai serangan phishing. Namun, pelaku dapat dijerat hukum sesuai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11 tahun 2008. Pasalnya sebagai berikut:
1.      Pasal 28 ayat 1
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebar berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik .“
Phisher (pelaku phishing) akan dikenakan sanksi dalam pasal 45 ayat 2 yang bunyinya : “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat 1 (satu) atau ayat 2 (dua) akan dipidana dengan penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

2.      Pasal 35
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.”
Sanksi dari pasal 35 adalah pasal 51 ayat 1 : “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).


Sumber:
inet.detik.com oleh Ardhi Suryadhi (Kamis, 14/11/2013 06:40 WIB)

inet.detik.com oleh Rachmatunisia (Kamis, 29/08/2013 08:17 WIB)


Smart TV LG Sadap Penggunanya

Oleh: Catur Wulan Novitasari




Berdasarkan berita yang dimuat dalam Okezone.com Sabtu 23 November – 16:15 oleh Gesit Prayogi disebutkan bahwa Perusahaan asal Korea selatan tersebut melakukan penyadapan terhadap konsumen Smart TV, produk elektronik yang diluncurkan oleh LG.


Hal tersebut diungkapkan oleh konsumen Smart TV LG yang kebetulan berprofesi sebagai konsultan IT asal Inggris yaitu Jason Huntley sehingga ia mengerti betul saat Smart TV LG miliknya mengirim data mengenai saluran TV yang ia tonton.(Okezone.com, Jum’at 22 Nov 2013-18:03)


Dewasa ini kasus mengenai hal penyadapan data memang sedang gencar-gencarnya, banyak sekali kasus yang telah terungkap dan menjadi perbincangan banyak kalangan. Penyadapan sendiri dilakukan mungkin karena ada banyak alasan khusus oleh pihak terkait, seperti halnya yang dilakukan oleh pihak LG yang menyatakan penyadapan tersebut  hanya untuk pembaharuan/kepentingan layanan konsumen yang menjadi minat pengguna Smart TV.


Kenyataannya tidak hanya konten saluran yang dikirim tetapi juga saat Smart TV terhubung ke jaringan internet. Tetapi pihak peruhasaan tetap menyatakan bahwa data-data yang dikumpulkan berupa saluran, platform TV, sumber penyiaran dan lainnya tersebut bukan data personal melainkan hanya informasi aktivitas pengguna.


Tetapi jika TV sudah terkoneksi ke internet, bukankah aktifitas yang dilakukan konsumen berikut data-data yang dimiliki konsumen tersebut sudah merupakan data personal ? Dan itu berarti termasuk data-data penting yang diolah dalam Smart TV tersebut akan jatuh ke server perusahaan.


Dengan demikian, kenyamanan konsumen akan sangat terganggu dengan sistem dari pihak perusahaan tersebut, privasi konsumen sudah seperti tidak lagi dihargai dan diperdulikan. Bahkan Josan Huntley mengungkapkan meskipun ia telah mengaktifkan aturan privasi namun data tetap dikirim ke pusat data perusahaan. Padahal jika konsumen sudah melakukan peraturan privasi, berarti konsumen tidak ingin hal-hal yang dilakukan saat ia menggunakan Smart TV diketahui oleh server, namun pada kenyataannya tidak demikian.


Jika memang pihak perusahaan tidak berniat untuk mengambil data personal dari konsumen, seharusnya perusahaan melakukan perbaikan lagi pada sistem yang digunakan, yaitu dengan melindungi privasi konsumen apabila si konsumen telah melakukan peraturan privasi pada Smart TV yang digunakan. Dan menurut berita yang dilansir Digital Spy, Sabtu(23/11/2013) pihak perusahaan berjanji untuk mengeluarkan pembaruan firmware, yang tengah dilaksanakan dalam waktu dekat guna menangani masalah ke seluruh Smart TV LG.
  
Sumber: okezone.com oleh Gesit Prayogi

(Sabtu, 23 November 2013 - 10:22 wib)